Pages

Jumat, 20 April 2012

TAENIA


Taenia merupakan salah satu marga cacing pita yang termasuk dalam Kerajaan Animalia, Filum Platyhelminthes, Kelas Cestoda, Bangsa Cyclophyllidea, Suku Taeniidae. [1] Anggota-anggotanya dikenal sebagai parasit vertebrata penting yang menginfeksi manusia, babi, sapi, dan kerbau. [1]

Daftar isi

Perbedaan antarspesies

Cacing Taenia saginata dewasa
Segmen tubuh Taenia solium
Terdapat tiga spesies penting cacing pita Taenia, yaitu Taenia solium, Taenia saginata, dan Taenia asiatica. [2][3] Ketiga spesies Taenia ini dianggap penting karena dapat menyebabkan penyakit pada manusia, yang dikenal dengan istilah taeniasis dan sistiserkosis.[2]. Adapun perbedaan antarspesies cacing pita Taenia dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan antara Taenia solium, Taenia saginata dan Taenia asiatica
No.
Keterangan
Taenia solium [1][4]
Taenia saginata [1][4]
Taenia asiatica [5]
1
Inang definitif dan habitat
Usus halus manusia
Usus halus manusia
2
Inang antara
Sapi (utama), kambing, domba
Babi (utama), sapi
3
Nama tahap larva
Cysticercus cellulosae
Cysticercus bovis
Cysticercus t.s. taiwanensis
4
Ukuran panjang x lebar
(3-8)x 0,01 meter
(4-15) x 0,01 meter
4-8 meter
5
Jumlah segmen
700-1000
1000-2000
712
6
Jumlah telur
30.000-50.000 di setiap segmen
lebih dari 100.000 di setiap segmen

 Siklus Hidup

Siklus hidup Taenia sp.
Cacing pita Taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang merupakan induk semang definitif. [4] Segmen tubuh Taenia yang telah matang dan mengandung telur keluar secara aktif dari anus manusia atau secara pasif bersama-sama feses manusia. [4] Bila inang definitif (manusia) maupun inang antara (sapi dan babi) menelan telur maka telur yang menetas akan mengeluarkan embrio (onchosphere) yang kemudian menembus dinding usus.[4] Embrio cacing yang mengikuti sirkulasi darah limfe berangsur-angsur berkembang menjadi sistiserkosis yang infektif di dalam otot tertentu. [4] Otot yang paling sering terserang sistiserkus yaitu jantung, diafragma, lidah, otot pengunyah, daerah esofagus, leher dan otot antar tulang rusuk. [6]
Infeksi Taenia dikenal dengan istilah Taeniasis dan Sistiserkosis.[1] Taeniasis adalah penyakit akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia yang dapat menular dari hewan ke manusia, maupun sebaliknya.[7] Taeniasis pada manusia disebabkan oleh spesies Taenia solium atau dikenal dengan cacing pita babi [7], sementara Taenia saginata dikenal juga sebagai cacing pita sapi.[7][8]
Sistiserkosis pada manusia adalah infeksi jaringan oleh bentuk larva Taenia (sistiserkus) akibat termakan telur cacing Taenia solium (cacing pita babi). [2] Cacing pita babi dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia, sedangkan cacing pita sapi tidak dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia. [7] Sedangkan kemampuan Taenia asiatica dalam menyebabkan sistiserkosis belum diketahui secara pasti. [3] Terdapat dugaan bahwa Taenia asiatica merupakan penyebab sistiserkosis di Asia. [3]
Manusia terkena taeniasis apabila memakan daging sapi atau babi yang setengah matang yang mengandung sistiserkus sehingga sistiserkus berkembang menjadi Taenia dewasa dalam usus manusia. [6] Manusia terkena sistiserkosis bila tertelan makanan atau minuman yang mengandung telur Taenia solium. [9] Hal ini juga dapat terjadi melalui proses infeksi sendiri oleh individu penderita melalui pengeluaran dan penelanan kembali makanan. [10].
Sumber penularan cacing pita Taenia pada manusia yaitu [11]
  1. Penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau segmen tubuh (proglotid) cacing pita.
  2. Hewan, terutama babi dan sapi yang mengandung larva cacing pita (sistisekus).
  3. Makanan, minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing pita.

Penyebaran

Penyebaran di Dunia

Cacing pita Taenia tersebar secara luas di seluruh dunia. [7]. Penyebaran Taenia dan kasus infeksi akibat Taenia lebih banyak terjadi di daerah tropis karena daerah tropis memiliki curah hujan yang tinggi dan iklim yang sesuai untuk perkembangan parasit ini. [12] Taeniasis dan sistiserkosis akibat infeksi cacing pita babi Taenia solium merupakan salah satu zoonosis di daerah yang penduduknya banyak mengkonsumsi daging babi dan tingkat sanitasi lingkungannya masih rendah, seperti di Asia Tenggara, India, Afrika Selatan, dan Amerika Latin. [13] Adapun kasus infeksi cacing pita Taenia di negara tropis dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kasus Infeksi Cacing Pita Taenia di Negara Tropis
Negara
Kasus
1.661 orang penderita taeniasis. [14]
0,1-0,9 % kejadian sistiserkosis pada manusia. [15]
5,9% dari 1450 orang positif taeniasis. [16]
Taeniasis/sistiserkosis terutama ditemukan di Papua, Bali dan Sumatera Utara. Selain itu ditemukan di NTT, Lampung, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat dan Jawa Timur. [17] [3] [9]
Kejadian taeniasis mencapai 14% [18]
Salah satu bukti lebih luasnya penyebaran Taenia di daerah tropis yaitu ditemukannya spesies ketiga penyebab taeniasis pada manusia di beberapa negara Asia yang dikenal dengan sebutan Taiwan Taenia atau Asian Taenia. [19]. Asian Taenia dilaporkan telah ditemukan di negara-negara Asia yang umumnya beriklim tropis seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, Korea dan Cina. [20] Kini Asian Taenia disebut Taenia asiatica [21]. Kejadian T. asiatica yang tinggi terutama ditemukan di Pulau Samosir, Indonesia. [17]
Sistiserkosis merupakan infeksi yang sering ditemukan pada babi dan manusia terutama di negara berkembang. [3] Penyebaran sistiserkus pada manusia dipengaruhi oleh kontak antara babi dan feses manusia, tidak adanya pemeriksaan kesehatan daging saat penyembelihan, dan konsumsi daging mentah atau setengah matang.[6] Penyebaran penyakit ini luas karena Taenia dapat memproduksi puluhan bahkan ratusan ribu telur setiap hari yang dapat disebar oleh air hujan ke lingkungan bahkan pada lokasi yang jauh dari tempat pelepasan telur. [4]

[sunting] Penyebaran di Indonesia

Infeksi cacing pita Taenia tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Papua. [22] Di Kabupaten Jayawijaya Papua, Indonesia ditemukan 66,3% (106 orang dari 160 responden) positif menderita taeniasis solium/sistiserkosis selulosae dari babi [3]. Sementara 28,3% orang adalah penderita sistiserkosis yang dapat dilihat dan diraba benjolannya di bawah kulit [3]. Sebanyak 18,6% (30 orang) di antaranya adalah penderita sistiserkosis selulosae yang menunjukkan gejala epilepsi [3]. Dari 257 pasien yang menderita luka bakar di Papua, sebanyak 82,8% menderita epilepsi akibat adanya sistiserkosis pada otak. [3]
Prevalensi sistiserkosis pada manusia berdasarkan pemeriksaan serologis pada masyarakat Bali sangat tinggi yaitu 5,2% sampai 21%, sedangkan prevalensi taeniasis di provinsi yang sama berkisar antara 0,4%-23%. [17] Sebanyak 13,5% (10 dari 74 orang) pasien yang mengalami epilepsi di Bali didiagnosa menderita sistiserkosis di otak. [23] Prevalensi taeniasis T. asiatica di Sumatera Utara berkisar 1,9%-20,7%. [17] Kasus T. asiatica di Provinsi ini umumnya disebabkan oleh konsumsi daging babi hutan setengah matang. [17]

 Dampak terhadap Kesehatan

Sistiserkosis pada otak
Taenia saginata di usus buntu
Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis dan sistiserkosis. Gejala klinis terbanyak yang dikeluhkan adalah[14]:
  • Pengeluaran segmen tubuh cacing dalam fesesnya (95%)
  • Gatal-gatal pada anus (77%)
  • Mual (46%)
  • Pusing (42%)
  • Peningkatan nafsu makan (30%)
  • Sakit kepala (26%)
  • Diare (18%)
  • Lemah (17%)
  • Merasa lapar (16%)
  • Sembelit (11%)
  • Penurunan berat badan (6%)
  • Rasa tidak enak di lambung (5%)
  • Letih (4%)
  • Muntah (4%)
  • Tidak ada selera makan saat lapar (1%)
  • Pegal-pegal pada otot (1%)
  • Nyeri di perut, mengantuk, serta kejang-kejang, gelisah, gatal-gatal di kulit dan gangguan pernafasan (masing-masing <1%).
Sistiserkosis menimbulkan gejala dan efek yang beragam sesuai dengan lokasi parasit dalam tubuh. [4] Manusia dapat terjangkit satu sampai ratusan sistiserkus di jaringan tubuh yang berbeda-beda. [4] Sistiserkus pada manusia paling sering ditemukan di otak (disebut neurosistiserkosis), mata, otot dan lapisan bawah kulit [17].
Dampak kesehatan yang paling ditakuti dan berbahaya akibat larva cacing Taenia yaitu neurosistiserkosis yang dapat menimbulkan kematian. [24] Neurosistiserkosis adalah infeksi sistem saraf pusat akibat sistiserkus dari larva Taenia solium. Neurosistiserkosis merupakan faktor risiko penyebab stroke baik pada manusia yang muda maupun setengah baya[25], epilepsi dan kelainan pada tengkorak. [8] Sistiserkosis merupakan penyebab 1% kematian pada rumah sakit umum di Meksiko City dan penyebab 25% tumor dalam otak [8].

Pengendalian

Cara Pengendalian cacing pita Taenia
Pengendalian cacing pita Taenia dapat dilakukan dengan memutuskan siklus hidupnya. Pemutusan siklus hidup cacing Taenia sebagai agen penyebab penyakit dapat dilakukan melalui diagnosa dini dan pengobatan terhadap penderita yang terinfeksi. [8] Beberapa obat cacing yang dapat digunakan yaitu Atabrin, Librax dan Niclosamide [5] dan Praziquantel [17]. Sedangkan untuk mengobati sistiserkosis dapat digunakan Albendazole dan Dexamethasone. [26] Untuk mengurangi kemungkinan infeksi oleh Taenia ke manusia maupun hewan diperlukan peningkatan daya tahan tubuh inang. Hal ini dapat dilakukan melalui vaksinasi pada ternak, terutama babi di daerah endemis taeniasis/sistiserkosis serta peningkatan kualitas dan kecukupan gizi pada manusia. [27]
Lingkungan yang bersih sangat diperlukan untuk memutuskan siklus hidup Taenia karena lingkungan yang kotor menjadi sumber penyebaran penyakit. Pelepasan telur Taenia dalam feses ke lingkungan menjadi sumber penyebaran taeniasis/sistiserkosis. [8] Faktor risiko utama transmisi telur Taenia ke babi yaitu pemeliharaan babi secara ekstensif, defekasi manusia di dekat pemeliharaan babi sehingga babi memakan feses manusia dan pemeliharaan babi dekat dengan manusia. [28] Hal yang sama juga berlaku pada transmisi telur Taenia ke sapi. Telur cacing ini dapat terbawa oleh air ke tempat-tempat lembab sehingga telur cacing lebih lama bertahan hidup dan penyebarannya semakin luas. [4]
Kontrol penyakit akibat Taenia di lingkungan dapat dilakukan melalui peningkatan sarana sanitasi, pencegahan konsumsi daging yang terkontaminasi, pencegahan kontaminasi tanah dan tinja pada makanan dan minuman. [28] Pembangunan sarana sanitasi, misalnya kakus dan septic tank, serta penyediaan sumber air bersih sangat diperlukan. Pencegahan konsumsi daging yang terkontaminasi dapat dilakukan melalui pemusatan pemotongan ternak di rumah potong hewan (RPH) yang diawasi oleh dokter hewan. [29]

penyakit ISK


ISK adalah adanya bakteri pada urin yang disertai dengan gejala infeksi. Ada pula yang mendefinisikan ISK sebagai gejala infeksi yang disertai adanya mikroorganisme patogenik (patogenik : yang menyebabkan penyakit) pada urine, uretra (uretra : saluran yang menghubungkan kandung kemih dengan dunia luar), kandung kemih, atau ginjal.
ISK sering terjadi pada bayi dan anak-anak kecil dan merupakan suatu keadaan yang perlu dicermati karena 5% dari penderitanya hanya menunjukkan gejala yang amat samar dengan risiko kerusakan ginjal yang lebih besar dibandingkan anak-anak yang sudah lebih besar. Pengenalan awal, pengobatan yang tepat dan mengetahui faktor dasar yang mempermudah infeksi lebih jauh penting untuk mencegah perjalanan penyakit untuk menjadi pyelonefritis atau urosepsis dan menghindari sekuele akhir seperti jaringan parut pada ginjal dan gagal ginjal.(Stanley Hellerstein, MD. 2006)
ISK dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki.2 Kejadian ISK pada bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali lebih besar dibanding bayi dengan berat lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1 tahun, ISK lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Sedangkan setelahnya, sebagian besar ISK terjadi pada anak perempuan. Rasio ini terus meningkat sehingga di usia sekolah, kejadian ISK pada anak perempuan 30 kali lebih besar dibanding pada anak laki-laki. Dan pada anak laki-laki yang disunat, risiko ISK menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat.
Karena tingginya angka kejadian ISK pada anak-anak dengan gejala klinis yang tak terlalu jelas serta tingginya resiko komplikasi yang lebih berat, maka dalam referat kali ini penulis akan membahas tentang ISK.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hampir semua ISK menyebar secara asendens. Gangguan dari flora periuretra normal, yang merupakan bagian dari pertahanan tubuh melawan kolonisasi bakteri patogen, mempermudah terjadinya ISK. Bakteri dari flora periuretra berada di distal uretra, tetapi urine normal berada dalam keadaan steril di proksimal uretra, kandung kemih, dan bagian proksimal lainnya pada saluran kemih. Kuman patogen saluran kencing dapat mencapai kandung kemih dan berkembang biak bila infeksi terjadi. Bakteri patogen tersebut berada di distal uretra dan mungkin dapat mencapai kandung kemih sebab aliran turbulen urine pada saat berkemih yang normal atau karena ketidakmampuan berkemih. Kolonisasi di kandung kemih yang berhasil tak terjadi bila mekanisme pertahanannya tak terganggu karena buang air kecil normalnya dapat membersihkan kontaminasi bakteri secara lengkap.
KOLONISASI PERIURETHRA
Setelah lahir, area periuretra, termasuk uretra bagian distal, menjadi tempat kolonisasi mikroorganisme aerob dan anaerob yang berfungsi sebagai barier pertahanan terhadap kolonisasi kuman patogen saluran kemih. Pada anak yang lebih kecil, enterobacteria dan enterococcus merupakan flora normal di saluran kemih. Eschericia coli merupakan bakteri gram negatif yang dominan pada anak perempuan, sedangkan E coli dan Proteus sp pada anak laki-laki. Anak balita sering terkena ISK karena kolonisasi periuretra oleh E coli, enterococci, dan Proteus sp. Pada umumnya kuman patogen ini ditemukan pada tahun pertama kehidupan dan jarang didapatkan setelah >5 tahun.
Mortalitas dan Morbiditas
Mortalitas pada ISK termasuk jarang terjadi pada anak sehat di negara berkembang.
Morbiditas berkaitan dengan pyelonefritis akut yang ditandai dengan gejala sistemik, seperti demam, nyeri perut, muntah dan dehidrasi. Bakteremia dan sepsis dapat terjadi. Anak dengan pyelonefritis akut mungkin dapat disertai sistitis. Komplikasi jangka panjang dari pyelonefritis akut adalah hipertensi, gangguan fungsi ginjal, gagal ginjal terminal, dan komplikasi pada kehamilan (ISK pada kehamilan, hipertensi pada kehamilan, berat badan lahir rendah).
Gejala waktu berkemih umumnya sementara, hilang dalam 24-48 jam setelah diobati.
Penyebab dan Faktor Risiko
· Escherichia coli adalah penyebab paling umum pada anak-anak, hingga 80%. Pada bayi baru lahir (0-28 hari), infeksi diperantarai oleh aliran darah. Sedangkan setelah usia itu, ISK umumnya terjadi dengan naiknya bakteri ke saluran kemih.
· Staphylococcus saprophyticus
· Proteus mirabilis. Selain menyebabkan infeksi, bakteri ini mengeluarkan zat yang dapat memfasilitasi pembentukan batu di saluran kemih.
· Mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan ISK adalah beberapa bakteri yang umumnya menginfeksi saluran cerna dan Candida albicans, jamur yang umumnya menginfeksi pasien dengan kateter (kateter : semacam selang) pada saluran kemihnya, kekebalan tubuh yang rendah, diabetes mellitus, atau pasien dalam terapi antibiotik.
Sebagian besar ISK tidak dihubungkan dengan faktor risiko tertentu. Namun pada ISK berulang, perlu dipikirkan kemungkinan faktor risiko seperti :
· Kelainan fungsi atau kelainan anatomi saluran kemih
· Gangguan pengosongan kandung kemih (incomplete bladder emptying)
· Konstipasi
· Operasi saluran kemih
· Kekebalan tubuh yang rendah
Gejala
Gejala yang dapat timbul pada ISK pada anak sangat tidak spesifik, dan seperti telah diungkapkan sebelumnya, banyak yang hanya disertai demam sebagai gejala. Dua kategori klinis dari ISK adalah pyelonefritis akut atau ISK atas dan sistitis akut atau ISK bawah. Gejala bervariasi sesuai usia.
Anak baru lahir-2 bulan :
· sering tak ada gejala di saluran kemih. ISK ditemukan dengan adanya sepsis neonatus, kuning berkepanjangan, gagal tumbuh, tak mau menyusu.
Anak 2 bulan - 2 tahun :
· Bayi dan anak-anak pada usia ini memiliki gejala demam yang tidak diketahui sebabnya ( >38oC)
· Usia ini memiliki resiko tinggi luka pada ginjal dibanding usia yang lebih tua, karena tanda yang kurang menyebabkan keterlambatan pengobatan dengan antibiotik. Aturan 3 hari dapat membantu untuk mencegah hal tersebut terjadi. Contohnya jangan hanya mengawasi bayi atau anak-anak dengan febris 3 hari yang tak diketahui sebabnya tanpa pemeriksaan urine untuk evaluasi infeksi.
· Bayi sering mendapat demam dan gejala lainnya, seperti rewel, tak mau menyusu, nyeri perut, muntah dan diare.
· Anak dengan usia 1-2 tahun datang dengan gejala sugestif sistitis akut. Gejala biasanya menangis saat berkemih atau kencing yang berbau busuk tanpa adanya demam (suhu <38oc).
Anak usia 2-6 tahun
· Pada kelompok dengan demam ISK sering memiliki gejala sistemik yaitu tak nafsu makan; rewel dan nyeri pada perut, panggul dan punggung dengan atau tanpa kelainan berkemih.
· Pasien dengan sistitis akut memiliki gejala berkemih dengan sedikit atau tanpa peningkatan suhu. Disfungsi berkemih termasuk urgensi, frekuensi, hesistensi, disuria dan inkontinensia urine.
· Nyeri suprapubis atau perut dapat ditemukan dan adanya bau busuk pada urine.
Anak usia lebih tua dan adolesen
· Sering mengenai saluran bagian bawah, tetapi pyelonefritis akut masih mungkin. Gejalanya mirip pada anak usia 2-6 tahun.
· Anak perempuan dengan pyelonefritis akut, dapat ada refluks vesikoureter persisten (VUR), biasanya memiliki sistitis akut dengan ISK bila mereka bertambah tua.
Penyebab: Proliferasi kuman dalam saluran kemih menyebabkan ISK. Infeksi hampir selalu asenden dan disebabkan kehadiran bakteri di distal uretra. E coli umumnya menyebabkan infeksi awal, tapi basil gram negatif lain dan enterococci dapat juga menyebabkan infeksi.
Staphylococcal saprophyticus sering menjadi penyebab infeksi pada perempuan adolesen
Masuknya bakteri ke kandung kemih merupakan hasil dari aliran turbulen pada saat berkemih normal, gangguan berkemih, atau kateterisasi.
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya ISK sebagai berikut :
· Pasien yang mendapat antibiotik spektrum luas (cth. Amoxicillin, cephalexin), yang dapat menggangu flora usus dan saluran kemih, dan meningkatkan resiko karena gangguan pada pertahanan alami terhadap kolonisasi oleh bakteri patogen
· Inkubasi bakteri yang diperlama dalam kandung kemih akibat pengosongan kandung kemih yang tak sempurna atau jarang berkemih dapat melemahkan pertahanan kandung kemih terhadap infeksi bakteri. Gejala dari gangguan berkemih seperti urgensi, frekuensi, hesistensi, dribbling, atau inkontinensia dapat terjadi tanpa adanya infeksi atau iritasi lokal karena kontraksi detrusor yang tak terhalangi. Ketika inkontinensia dicegah oleh obstruksi uretra, urine yang mengandung bakteri dari distal uretra akan kembali ke kandung kemih. Hal tersebut yang umum menyebabkan ISK pada anak-anak.
· Khitan pada neonatus menurunkan resiko ISK kurang lebih 90% pada bayi laki-laki dalam tahun pertama kehidupan. Resiko ISK pada anak yang di khitan pada tahun pertama kehidupan adalah 1 dalam 1000, sedangkan yang tidak di khitan 1 dalam 100 anak.
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis didasarkan kultur kuantitatif dari spesimen urine yang telah dikumpulkan. Urine midstream bisa didapatkan pada anak yang telah dapat mengontrol kencing. Bayi atau anak di bawah 2 tahun dengan demam tanpa sumber tampak sakit berat, antibiotik diberikan dan contoh urin diambil untuk kultur dengan cara aspirasi suprapubik atau kateter. Aspirasi suprapubik adalah pengambilan urin langsung dari kandung kemih dengan jarum yang lebih dipilih untuk anak laki yang belum di khitan. Kemungkinan kontaminasi pada urin yang diperoleh dengan kedua cara tersebut sangat kecil sehingga kedua cara tersebut merupakan cara yang paling diandalkan.
Namun bila bayi atau anak di bawah 2 tahun dengan demam tersebut tidak tampak sakit berat, aspirasi suprapubik atau kateterisasi kadang dianggap berlebihan. Pada kondisi ini, pengambilan contoh urin dapat dilakukan dengan cara yang tidak invasif, misalnya :
· Pada anak yang sudah cukup besar, dapat dilakukan pengambilan urin mid-stream.
· Pada bayi atau batita, dapat dilakukan pengambilan urin dengan urin mid-stream atau kantung penampung urin yang dilekatkan pada perineum.
Pengambilan contoh urin dengan cara ini memiliki risiko kontaminasi yang rendah jika sebelum pengambilan urin perineum dibersihkan dengan teliti, kantung penampung urin segera dilepaskan setelah urin diperoleh, dan sediaan tersebut cepat diproses. Pada anak perempuan, perineum harus dibersihkan dari depan ke belakang dengan semacam kassa yang dibasahi air hangat tanpa antiseptik. Jika tidak dapat langsung diproses, sediaan harus disimpan dalam suhu 40oC. Sediaan yang telah disimpan hingga 48 jam masih dapat digunakan untuk kultur, namun tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan mikroskopik karena sel-sel yang ada sudah rusak.
Yang dilakukan pada contoh urin itu adalah :
· Kultur : Kultur yang negatif akan menyingkirkan diagnosis ISK. Sedangkan pada kultur yang positif, proses pengambilan contoh urin harus diperhatikan. Jika kultur positif berasal dari aspirasi suprapubik atau kateterisasi, maka hasil tersebut dianggap benar. Namun jika kultur positif diperoleh dari kantung penampung urin, perlu dilakukan konfirmasi dengan kateterisasi atau aspirasi suprapubik.
· Urinalisis : Komponen urinalisis yang paling penting dalam ISK adalah esterase leukosit, nitrit, dan pemeriksaan leukosit dan bakteri mikroskopik. Namun tidak ada komponen urinalisis yang dapat menggantikan pentingnya kultur sehingga kultur tetap merupakan keharusan untuk mendiagnosis ISK.
Kultur urine dilakukan dengan wadah yang steril yang melekat di daerah perineal, yang tak menunjukkan pertumbuhan atau sangat sedikit (<10000 style="">Colony-forming unit[CFU]/ml), menjadi bukti yang kuat tak adanya ISK. Sayangnya cara ini sering false positif jadi kurang sesuai untuk diagnosis. Urinalisis tak dapat menggantikan kultur urine untuk menunjukkan adanya ISK, tapi dapat membantu dalam identifikasi anak yang membutuhkan terapi antibakteri sambil menunggu hasil kultur urine.
Menurut AAP, jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada kultur untuk dapat dikategorikan positif adalah sebagai berikut :
Kriteria diagnosis ISK
Pengambilan urin
Jumlah koloni
Kemungkinan infeksi (%)

Aspirasi suprapubik
Gram-negatif : berapa pun
>99%

Gram-positif : > beberapa ribu

Kateterisasi
>105
95%
Kemungkinan besar infeksi
Meragukan, ulangi
Kemungkinan tidak infeksi
104-105

103-104

<103>
Mid-stream / kantung

Anak laki-laki
>104
Kemungkinan besar infeksi
Anak perempuan
3 sediaan = " style='width:6.75pt;height:9pt'/>= " v:shapes="_x0000_i1025" width="9" height="12">105
95%

2 sediaan = " style='width:6.75pt; height:9pt'/>= " v:shapes="_x0000_i1026" width="9" height="12">105
90%

1 sediaan = " style='width:6.75pt; height:9pt'/>= " v:shapes="_x0000_i1027" width="9" height="12">105
80%

5 × 104 -105
Meragukan, ulangi

104 -5 × 104
+ gejala : meragukan, ulangi


- gejala : kemungkinan tidak infeksi

<104>
Kemungkinan tidak infeksi
Penghitungan sel darah putih dan metabolisme basal dengan dugaan diagnosis pyelonefritis akut.
Kultur darah pada bayi demam dan untuk anak yang lebih tua yang sakit, toksis, atau memiliki demam tinggi.
Method
Findings
Bright field or phase contrast microscopy of centrifuged urinary sediment
Bacteria
Gram stain of uncentrifuged urinary sediment
Bacteria
Nitrite and leukocyte esterase
Positive: UTI likely
Nitrite
Positive: UTI probable
Leukocyte esterase
Positive: Nonspecific
*Urine mikroskopik negatif untuk bakteri tak menyingkirkan ISK, tidak juga dengan dipstik negatif untuk nitrit dan leukosit esterase.
Method
Quantitative urinary culture indicating a UTI among symptomatic children
Suprapubic aspiration
UTI is indicated by growth of bacteria >2000-3000 CFU/mL coagulase-negative staphylococci.
Catheterized girl or midstream clean-void in a circumcised boy
Febrile infants and children with UTI usually have >50,000 CFU/mL of a single urinary pathogen; however, UTI may be present with 10,000-50,000 CFU/mL of a single organism.*
Midstream clean-void in a girl or uncircumcised boy
UTI is indicated when >100,000 CFU/mL of a single urinary pathogen is present in a symptomatic patient. Pyuria usually is present.
Any method in a girl or boy
If the patient is asymptomatic, bacterial growth is usually >100,000 CFU/mL of the same organism on different days. If no pyuria is present, this quantity probably indicates colonization rather than UTI.
*Pasien yang sering berkemih kebanyakan terdapat proliferasi bakteri pada kandung kemih dengan kehadiran jumlah koloni yang sedikit.
Pemeriksaan Pencitraan
Dilakukan bila telah dikonfirmasi dengan kultur urine kuantitaif.
USG
· Pemeriksaan USG dari saluran kemih pada bayi, anak kecil atau adolesen dengan diagnosis pertama pyelonefritis akut.
· USG mungkin terabaikan untuk anak perempuan >2 tahun dengan episode sistitis akut pertama maupun kedua, bila respon terapi cepat dan memuaskan.
· Dengan akut sistitis, USG saluran kemih pada bayi perempuan dan laki-laki pada semua umur dengan ISK pertama kali.
Voiding cystourethrogram (VCUG)
· Lakukan VCUG pada pasien anak dengan pyelonefritis akut yang belum pernah pencitraan saluran kemih sebelumnya.
· Beberapa klinisi melakukan VCUG pada pasien yang berusia >4-5 tahun dengan pielonefritis akut yang memiliki pola berkemih yang normal ketika tak terinfeksi.
· VCUG tidak diperlukan untuk menilai anak dengan sistitis akut yang telah berespon cepat terhadap terapi, kecuali USG saluran kemih tak normal.
· VCUG dapat dilakukan bila urine bersih dari bakteri dan pyuria dan berkemih telah kembali seperti sebelumnya.
· Beberapa klinisi merekomendasikan menunggu 4-6 minggu untuk dilakukan VCUG. Bila anak dalam terapi antibakteri pada masa ini, rekomendasi ini diterima.
Penanganan
Pyelonefritis akut :
· anak dengan pyeloneritis akut umumnya memerlukan cairan oral atau parenteral dan antipiretik, sesegera terapi antibakteri. Asupan yang sesuai adalah 1-1,5X kebutuhan rumatan biasa. Pada penyakit yang lebih ringan dapat diberikan ccairan parenteral, pemberian antibakteri dan dapat dirawat di rumah. Pada keadaan yang lebih berat seringnya perlu perawatan lebih.
· Penyediaan cairan parenteral yang sesuai, umumnya 1-1,5x dari rumatan biasanya.
· Pengobatan dengan cephalosporin generasi ketiga, ceftriaxone, atau cefotaxime. Tambahkan ampicillin bila terdapat kokus gram positif dalam sedimen urine atau bila tak ditemukan kuman. Gentamicin sebagai pilihan lain pada bayi cukup bulan yang >7 hari, anak yang lebih dewasa dan adolesen yang alergi cephalosporin. Monitor fungsi ginjal dan kadar aminoglikosida darah bila pengobatan ini berlanjut lebih dari 48-72 jam.
· Kultur urine dan tes sensitivitas dapat dilakukan pada 48 jam. Bila kuman pathogen sensitif terhadap antibiotik yang digunakan, lanjutkan terapi dengan rute parenteral hingga ada perbaikan klinis dan afebril setelah 24-36 jam. Antibiotik oral yang efektif melawan organisme yang menginfeksi kemudian digantikan dengan antiobiotik parenteral. Lanjutan terapi antibiotik oral kira-kira untuk 10 hari setelah terapi parenteral berakhir. Lalu dilanjutkan dengan terapi antibiotik untuk mencegah reinfeksi, diteruskan minimal hingga dilakukan VCUG.
o Table 3. Antibiotic agents for oral treatment of UTI
Antibacterial Agent
Daily Dose and Interval
Sulfisoxazole
120-150 mg/kg, divided q4-6h
Trimethoprim/sulfamethoxazole
6-12 mg/kg TMP, 30-60 mg/kg SMX, divided q12h
Amoxicillin*
20-40 mg/kg, divided q8h
Cephalexin
20-50 mg/kg, divided q6h
Cefixime
8 mg/kg, divided q12-24h
Cefpodoxime
10 mg/kg, divided q12h
Loracarbef
15-30 mg/kg, divided q12h
Nitrofurantoin
5-7 mg/kg, divided q6h